Minggu, 12 Juni 2016

Cerpen


                           JONO OH JONO


“ALAMAAKKK… kesiangan lagi?? AAARRRGHHH..” teriakku seraya melompat dari tempat tidur yang sedari tadi memang membuaiku untuk terus tertidur pulas. Kulangkahkan kakiku secepat mungkin menuju kamar mandi. Seperti biasa, di saat genting seperti ini aku hanya mandi ala kadarnya. 3 menit. Mandi macam apa? Ah entahlah. Bagiku asalkan rambut, wajah dan ketekku basah itu sudah cukup. Usai mandi, segera kucari seragam sekolah yang kemarin kugantungkan di paku belakang pintu kamarku. Sialnya tak juga kudapati seragam itu di sana.
“Mak… liat seragam Jono gak?” tannyaku pada emak dengan nada lantang karena emak sedang berada di belakang rumah.
“Iyaa.. ini lagi emak kucek.. Pake aja seragam yang satunya, seingat emak kau kan punya 2 seragam” jawab emak dengan nada yang tak kalah lantangnya.
“Kamprettt..” umpatku dalam hati setelah sadar kalau seragamku yang satunya robek parah di bagian ketek karena tersangkut kawat pagar sekolah saat proses membolos minggu lalu. Jam sudah menunjukkan pukul 06.55. Tak ada pilihan lain, akhirnya kupakai juga seragam itu. Sebenarnya ada niatan untuk membolos, tapi mendadak sirna karena tersadar pada surat peringatan yang kuterima 3 hari lalu, yang menyatakan bahwa orang tuaku akan dipanggil kalau aku nekat membolos lagi. Untuk menutupi lubang menganga di ketekku, akupun terus meletakkan tangan kananku di saku celana.
            Sesampainya di sekolah, sesuai dugaanku, gerbang sekolah sudah ditutup. Dan itu artinya aku harus berhadapan dengan satpam dan guru BK yang tampangnya sangar layaknya preman pasar. Pak Wargito. “oh shit!” makiku dalam hati. Seperti biasa, karena keterlambatanku ini, akhirnya aku dihukum. Hukumanku kali ini yaitu hormat menghadap tiang bendera yang berada dilapangan sekolah selama 1 jam.
“SIAALLL.. bagaimana mungkin? Seragamku kan sobek di bagian ketek sebelah kanan?” Gurutuku. Dengan berat hati, akupun akhirnya menjalani hukuman itu. Tentu saja. Aku langsung menjadi bahan tertawaan orang-orang karena ketekku yang melambai-lambai di balik seragamku yang sobek itu. Yang paling membuatku down yaitu saat Nina, perempuan yang tempo hari baru saja resmi menjadi pacarku itu lewat dan memandangku. Bukan. Lebih tepatnya memandang ketekku. Memalukan. Sangat memalukan.
            Satu jam memalukan itupun terlewati. Walaupun acara “pamer ketek” itu sudah berakhir, akan tetapi ejekan dari teman-teman sekolah belum juga berakhir. Bahkan makin menjadi-jadi.
            Saat waktu istirahat tiba, seperti biasa aku langsung menuju tempat favoritku untuk merenung, belakang masjid sekolah. Di sanalah, aku biasa merenungi setiap kejadian yang selalu menimpaku. Termasuk kejadian memalukan pagi ini. Menyesal? Tentu. Aku menyesal mengapa aku terlahir sebagai orang dengan nasib seburuk ini.
Lamunanku buyar ketika Nina datang menghampiriku.
“lagi nglamunin ketek yaa? Hahaha” canda Nina itu sedikit menyinggungku.
“kenapa? Ketekku menawankan?” jawabku sekenannya.
“hahaha.. Jon, kamu gak capek apa tiap hari telat, dapet hukuman, dapet ejekan sana sini?” Tanya Nina
“capeklah” jawabku ketus
“yaudah, ubah dong sikap buruk kamu.. aku yakin kamu bisa kok. Aku tau kamu itu baik. Cuma sifat males kamu aja yang tebel, jadi yaa gitu deh, kamu jadi suka menyia-nyiakan waktu.” Jelas Nina padaku.
“aku udah coba, tapi ya gitu.. tetep aja gak bisa. Mungkin Tuhan emang nakdirin aku jadi orang yang semrawut kayak gini” jawabku seraya menundukkan kepalaku.
“Jon, usaha! Usaha! Usaha! Kalo kamu gagal diusaha yang pertama yaa coba lagi!gagal lagi, coba lagi!gagal lagi, coba lagi! Jangan pesimis gitu dong. Denger yaa, Tuhan itu Maha tau. Dia bisa ngebedain mana orang yang usahanya sungguh-sungguh, mana yang main-main. Gak ada usaha yang sia-sia. Jangan nyerah yaa” kata Nina menyemangatiku seraya menggenggam tanganku.
“Iya, aku coba” jawabku. “Taruhan yuk. Seminggu ini kita cepet-cepetan sampe ke sekolah. Yang kalah traktir makan sepuasnya. Gimana?” tantang Nina padaku.
“hah? Curang banget. Udah jelas aku kalah dong. Ah gak asik” jawabku
“nyerah? Belum perang udah nyerah? Cemen banget” ejek Nina.
Karena ejekan itulah, akhirnya aku menyepakati tantangan Nina.
            Hari pertama menjalankan tantangan rupanya aku lolos. Aku berhasil berangkat lebih awal dibanding Nina. Di hari kedua aku dan Nina tiba di sekolah dalam waktu yang bersamaan. Lagi-lagi di hari ketiga aku datang lebih awal dibanding Nina. Dan sejak itulah, aku selalu bisa datang lebih awal dari Nina.
Bangun pagi? Bukan masalah lagi bagiku. Benar kata Nina, “tidak ada usaha yang sia-sia”. Asalkan ada niat dan usaha yang nyata, usaha itu tak akan pernah sia-sia.
Terima kasih Ninaku sayang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar