JONO OH JONO
“ALAMAAKKK…
kesiangan lagi?? AAARRRGHHH..” teriakku seraya melompat dari tempat tidur yang
sedari tadi memang membuaiku untuk terus tertidur pulas. Kulangkahkan kakiku
secepat mungkin menuju kamar mandi. Seperti biasa, di saat genting seperti ini
aku hanya mandi ala kadarnya. 3 menit. Mandi macam apa? Ah entahlah. Bagiku
asalkan rambut, wajah dan ketekku basah itu sudah cukup. Usai mandi, segera
kucari seragam sekolah yang kemarin kugantungkan di paku belakang pintu
kamarku. Sialnya tak juga kudapati seragam itu di sana.
“Mak… liat seragam Jono gak?”
tannyaku pada emak dengan nada lantang karena emak sedang berada di belakang
rumah.
“Iyaa.. ini lagi emak kucek..
Pake aja seragam yang satunya, seingat emak kau kan punya 2 seragam” jawab emak
dengan nada yang tak kalah lantangnya.
“Kamprettt..” umpatku dalam hati
setelah sadar kalau seragamku yang satunya robek parah di bagian ketek karena
tersangkut kawat pagar sekolah saat proses membolos minggu lalu. Jam sudah
menunjukkan pukul 06.55. Tak ada pilihan lain, akhirnya kupakai juga seragam
itu. Sebenarnya ada niatan untuk membolos, tapi mendadak sirna karena tersadar
pada surat peringatan yang kuterima 3 hari lalu, yang menyatakan bahwa orang
tuaku akan dipanggil kalau aku nekat membolos lagi. Untuk menutupi lubang
menganga di ketekku, akupun terus meletakkan tangan kananku di saku celana.
Sesampainya
di sekolah, sesuai dugaanku, gerbang sekolah sudah ditutup. Dan itu artinya aku
harus berhadapan dengan satpam dan guru BK yang tampangnya sangar layaknya
preman pasar. Pak Wargito. “oh shit!”
makiku dalam hati. Seperti biasa, karena keterlambatanku ini, akhirnya aku
dihukum. Hukumanku kali ini yaitu hormat menghadap tiang bendera yang berada
dilapangan sekolah selama 1 jam.
“SIAALLL.. bagaimana mungkin?
Seragamku kan sobek di bagian ketek sebelah kanan?” Gurutuku. Dengan berat
hati, akupun akhirnya menjalani hukuman itu. Tentu saja. Aku langsung menjadi
bahan tertawaan orang-orang karena ketekku yang melambai-lambai di balik
seragamku yang sobek itu. Yang paling membuatku down yaitu saat Nina, perempuan yang tempo hari baru saja resmi
menjadi pacarku itu lewat dan memandangku. Bukan. Lebih tepatnya memandang
ketekku. Memalukan. Sangat memalukan.
Satu
jam memalukan itupun terlewati. Walaupun acara “pamer ketek” itu sudah
berakhir, akan tetapi ejekan dari teman-teman sekolah belum juga berakhir.
Bahkan makin menjadi-jadi.
Saat
waktu istirahat tiba, seperti biasa aku langsung menuju tempat favoritku untuk
merenung, belakang masjid sekolah. Di sanalah, aku biasa merenungi setiap
kejadian yang selalu menimpaku. Termasuk kejadian memalukan pagi ini. Menyesal?
Tentu. Aku menyesal mengapa aku terlahir sebagai orang dengan nasib seburuk
ini.
Lamunanku buyar
ketika Nina datang menghampiriku.
“lagi nglamunin ketek yaa?
Hahaha” canda Nina itu sedikit menyinggungku.
“kenapa? Ketekku menawankan?”
jawabku sekenannya.
“hahaha.. Jon, kamu gak capek apa
tiap hari telat, dapet hukuman, dapet ejekan sana sini?” Tanya Nina
“capeklah” jawabku ketus
“yaudah, ubah dong sikap buruk
kamu.. aku yakin kamu bisa kok. Aku tau kamu itu baik. Cuma sifat males kamu
aja yang tebel, jadi yaa gitu deh, kamu jadi suka menyia-nyiakan waktu.” Jelas
Nina padaku.
“aku udah coba, tapi ya gitu..
tetep aja gak bisa. Mungkin Tuhan emang nakdirin aku jadi orang yang semrawut
kayak gini” jawabku seraya menundukkan kepalaku.
“Jon, usaha! Usaha! Usaha! Kalo
kamu gagal diusaha yang pertama yaa coba lagi!gagal lagi, coba lagi!gagal lagi,
coba lagi! Jangan pesimis gitu dong. Denger yaa, Tuhan itu Maha tau. Dia bisa
ngebedain mana orang yang usahanya sungguh-sungguh, mana yang main-main. Gak
ada usaha yang sia-sia. Jangan nyerah yaa” kata Nina menyemangatiku seraya
menggenggam tanganku.
“Iya, aku coba” jawabku. “Taruhan
yuk. Seminggu ini kita cepet-cepetan sampe ke sekolah. Yang kalah traktir makan
sepuasnya. Gimana?” tantang Nina padaku.
“hah? Curang banget. Udah jelas
aku kalah dong. Ah gak asik” jawabku
“nyerah? Belum perang udah
nyerah? Cemen banget” ejek Nina.
Karena ejekan itulah, akhirnya
aku menyepakati tantangan Nina.
Hari
pertama menjalankan tantangan rupanya aku lolos. Aku berhasil berangkat lebih
awal dibanding Nina. Di hari kedua aku dan Nina tiba di sekolah dalam waktu
yang bersamaan. Lagi-lagi di hari ketiga aku datang lebih awal dibanding Nina. Dan
sejak itulah, aku selalu bisa datang lebih awal dari Nina.
Bangun pagi?
Bukan masalah lagi bagiku. Benar kata Nina, “tidak ada usaha yang sia-sia”.
Asalkan ada niat dan usaha yang nyata, usaha itu tak akan pernah sia-sia.
Terima kasih
Ninaku sayang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar